Biografi





H. Hasan, MA.Hum
(Dosen/Ketua Prodi PBA Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an Amuntai)


Nama lengkap :H. Hasan, MA. Hum
Tempat, tanggal lahir :Banjarmasin, 01 Desember  1984
Nama orang tua :H. Syahrin dan Hj. Rusinah
Anak ke         :1 dari 3 bersaudara
Saudara :Hj. Hasanah, A.Md dan Husien
Istri :Fithria Utami, S.HI (29 Tahun)
Anak :Queena Faiza Azkia (4 tahun)
Pendidikan :

          1. MIS Ahmad Denan Banjarmasin
          2. MTs Al Falah Putera Banjarbaru
          3. MAK Darussalam Ciamis Jawa Barat
          4. S1 IAIN Antasari Banjarmasin
          5. S2 SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


Hobby :Traveling dan wisata kuliner
Cita-cita waktu kecil :Menjadi guru
Cita-cita sekarang :Hafiz Al Quran dan Berhaji bersama keluarga besar
Pandangan Hidup(Prinsip):Bila tak mampu membahagiakan dan memberi manfaat kepada orang lain, cukuplah dengan jangan buat mereka menangis
Pesan :Jangan sampai ketinggalan shalat subuh berjamaah di masjid
Visi & Misi :Menjadi orang yang berguna bagi orang lain & Mengisi waktu dengan perbaikan diri
Alamat :Komplek CPI 2 Kota Raja Jalan Kemuning Rt. 01 Desa Jumba Kecamatan Amuntai Selatan. Atau
Jl. Kelayan A no 1 Rt 1 Rw 2 Banjarmasin Kelurahan Kelayan Dalam
Alamat E-mail / Facebook / Twitter / Instagram:
hasanbanjary@gmail.com / Hasan Banjary / @hasanbanjary / Hasan Banjary
Karir organisasi:
1. Anggota divisi IMLA (Ittihad Mudarris Al Lugah Al Arabiyyah/Ikatan Pengajar Bahasa Arab) Provinsi Kalimantan Selatan
2. Ketua IMLA (Ittihad Mudarris Al Lugah Al Arabiyyah/Ikatan Pengajar Bahasa Arab) Kabupaten Hulu Sungai Utara
3. Sekretaris umum HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) PBA IAIN Antasari Banjarmasin
4. Bendahara AMKS (Asrama Mahasiswa Kalimantan Selatan) Jakarta
5. Sekretaris Perkemi (Persaudaraan Bela diri Kempo Indonesia) Dojo IAIN Antasari Banjarmasin
6. Sekretaris Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Abdurrahman Ismail IAIN Antasari Banjarmasin

Karya tulis:
1. Penerjemahan Arab-Indonesia; Antara Bahasa dan Budaya (Jurnal)
2. Penerjemahan Arab-Indonesia; Antara Bahasa dan Budaya (Buku)
3. Buku Referensi (Editor) : The Power of Al-Qur’an; Sintesis Linguistik dan Sains Modern
4. Optimalisasi Media Dua Dimensi Tanpa Proyeksi Dalam Meningkatkan Pemerolehan Bahasa Arab Siswa
5. Musik Dalam Pembelajaran Bahasa Arab Tingkat MI
6. Musik dan Lagu Dalam Pembelajaran Bahasa Arab (buku)

Bocah Cerdas dari Kalayan
H
asan, MA.Hum, lahir di Banjarmasin, Kalimantan Selatan pada tanggal 1 Desember 1984. Meskipun berasal dari keluarga yang latar belakang pendidikan dan ekonominya tak terlalu bagus, nyatanya beliau berhasil menyelesaikan pendidikan sampai ke jenjang S2 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2011. Saat ini beliau mengajar sebagai dosen tetap di Sekolah Tinggi Ilmu al-Qur’an (STIQ) Amuntai dan menjabat sebagai ketua program studi Pendidikan Bahasa Arab STIQ sejak tahun 2014. Beliau juga tercatat sebagai dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIPER) Amuntai.
Kehidupan Masa Kecil
Muallim Hasan, begitu biasanya panggilan akrab kami mahasiswa terhadap beliau lahir dari pasangan bapak H. Syahrin dan ibu Hj. Rusinah. Ayah beliau berasal dari Tembilahan, Riau. Latar belakang pendidikan orang tua beliau bisa dibilang rendah, ibu beliau hanya berhasil menamatkan pendidikan formalnya sampai ditingkat sekolah dasar. Sedangkan ayah beliau tidak sempat lulus walau hanya sekolah dasar disebabkan faktor ekonomi dan karena dulu ayah beliau lebih sering bekerja dibanding duduk di bangku sekolah, Sehingga beliau tidak sempat menamatkan pendidikannya.
Kendatipun demikian beliau berusaha keras agar anak-anak beliau kelak tidak bernasib sama seperti beliau, dan dapat berpendidikan tinggi. Ayah beliau asli orang Tembilahan, Riau yang berdomisili di Kalimantan. Ustadz Hasan lahir beberapa jam setelah saudari kembarnya H.Hasanah, Amd. Uniknya pemikiran orang dahulu tentang anak kembar adalah jika yang lahir pertama maka dia kedudukannya adik si kembar, dan yang terakhir lahir adalah si kakak. Karena menurut orang tua dahulu si kakak akan mempersilakan adiknya untuk lahir duluan, jadi kalau kita implikasikan pemikiran ini, maka ustadz Hasan disebut sebagai kakak si kembar.
Walaupun secara medis dan pemikiran kita sekarang yang lebih logis anak kembar yang lahir pertama itu adalah kakak si kembar, dan yang kedua adalah adiknya. Ketika beliau dan kembaran beliau lahir kondisi ekonomi keluarga boleh dibilang sedang sulit. Setelah adik beliau yang ketiga lahir ekonomi keluarga mulai membaik, dan beliau serta saudara-saudara beliau dapat bersekolah sampai tuntas di jenjang menengah atas bahkan sampai perguruan tinggi.
Dulu ibu ustadz Hasan punya usaha dagang kreditan, namun karena sering dirugikan kini usaha ini tidak terlalu diprioritaskan lagi. Paling hanya sebagian pelanggan yang bisa dipercaya yang masih dilayani. Sekarang keluarga beliau punya usaha warung di depan rumah yang disewakan dan jasa cuci sepeda motor dan helm diberi nama Cuci Motor dan Helm H-3. Dari sisi keagamaan keluarga ustadz Hasan bisa dikatakan cukup religius, dan cenderung ke NU. Keluarga beliau biasa menggelar kegiatan-kegiatan keagamaan seperti tahlilan, mi’ratan, maulid, burdah, dan lain-lain minimal satu atau dua tahun sekali. Termasuk juga kegiatan haulan kakek nenek yang sudah meninggal setiap tahunnya.
Hasan kecil adalah sosok yang cerdas. Ketika duduk dibangku sekolah dasar beliau selalu menjadi juara kelas, berkat hal tersebut ia mendapat reward bebas pungutan SPP dari kelas 4 sampai kelas 6 MI. Saat kecil bapak satu anak ini gemar mengikuti lomba, salah satunya adalah lomba cerdas cermat. Dulu lomba cerdas cermat yang beliau ikuti seringnya bertemakan tentang P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang tengah gencar-gencarnya di Indonesia pada masa pemerintahan presiden Soeharto. Ia juga sering ditunjuk pihak Sekolah untuk mengikuti lomba khat dan pernah meraih juara.
Yang Muda yang Berkelana
Setelah lulus MI, ustadz Hasan melanjutkan pendidikannya ke pondok pesantren al-Falah Banjarbaru. Setelah menempuh pendidikan selama tiga tahun di tingkat tsanawiyah di sana, beliau lalu melanjutkan tingkat aliyah di MAK Darussalam Ciamis, Jawa Barat. Awalnya ia berkeinginan melanjutkan ke pondok pesantren al-Zaytun Indramayu, Jawa Barat. Pondok yang punya persyaratan masuk dengan menyerahkan seekor sapi perah yang dulu harganya sekitar sebelas sampai dua belas juta rupiah, yang setelah membayar dengan seekor sapi tadi si santri bebas biaya pendidikan sampai ia lulus dari pondok.
Beliau tertarik setelah mendengar cerita orang tentang pondok ini. Sayangnya, ketika ingin mendaftar waktu pendaftaran telah habis dan akhirnya ustadz Hasan mengikuti saran sang ayah untuk bersekolah di MAK Darussalam Ciamis. Di sana beliau tinggal bersama saudara nenek beliau yang seumur hidupnya tidak pernah bertandang ke Banjarmasin, jadi sekalian mempererat tali silaturrahim dengan kerabat yang jauh, begitu kira-kira alasan ayah beliau. Bukan pilihan yang buruk juga mengikuti saran orang tua menuntut ilmu ke luar kota. Lagipula MAK Darussalam itu adalah MAK pertama yang didirikan oleh menteri agama di eranya, yang kala itu hanya ada empat di Indonesia termasuk salah satunya MAK Darussalam tempat ustadz Hasan menempa ilmu.
Setelah lulus dari MAK Darussalam, tiba saatnya memasuki jenjang perguruan tinggi. Awalnya beliau sangat ingin melanjutkan ke perguruan tinggi di tanah Jawa yang diminati mayoritas siswa di tanah air. Ia bahkan telah berencana mengambil jurusan psikologi di UIN (dulu IAIN) Sunan Gunung Djati Bandung, Jawa Barat. Namun, setelah ustadz Hasan mengutarakan keinginannya itu kepada kedua orang tua, beliau tidak mendapat restu dari ibunda tercinta dengan alasan sudah cukup lama tinggal jauh dari orang tua lalu beliau diminta pulang ke  Banjarmasin dan melanjutkan kuliah di sana.
Bergelut dengan Bahasa Arab
Singkat cerita pulanglah beliau ke Kalimantan ke kota kelahiran kota seribu sungai Banjarmasin tercinta. Kemudian ia melanjutkan kuliahnya mengambil jurusan Pendidikan Bahasa Arab (PBA) IAIN Antasari Banjarmasin. Sebelum lulus di tahun 2007, beliau sempat mengajar di madrasah ibtidaiyyah tempat ia sekolah dulu menggantikan salah satu guru yang dipindahtugaskan selama kurang lebih 4 tahun. Saat itu walau gaji sebagai guru honorer tak seberapa namun nilai pengabdian terhadap almamater yang telah berjasa bagi beliau jauh lebih berharga. Sekalian mengisi waktu kosong saat sedang tidak kuliah juga, karena dulu beliau sempat terhenti setahun setelah lulus S1 sebelum tahun berikutnya melanjutkan pendidikan S2.
Menyadari kondisi ekonomi keluarga yang tidak berkelebihan, awalnya ustadz Hasan tidak berpikir untuk melanjutkan pendidikan S2nya. Namun, orang tua lebih tepatnya ibu beliau sangat mendukung beliau melanjutkan ke S2. Dan yang namanya orang tua pasti akan berusaha keras memenuhi kebutuhan anak-anaknya, termasuk biaya kuliah. Walaupun harus lelah bekerja atau bahkan mungkin meminjam uang semua akan mereka lakukan.  Yah.. kalau orang tua ustadz Hasan bilang “duitnya cacarian..”.
Bahkan Ustadz Hasan sempat berkata “ kayapa mun habis lulus belum bagawi..“ dijawab orang tua beliau “jangan  dipikirkan itu, insya Allah rezekinya ada ja”. Walhasil Pada tahun 2008 beliau melanjutkan pendidikan S2 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memilih jurusan bahasa dan sastra Arab. Kenapa memilih jurusan bahasa dan sastra Arab, karena berawal dari pendidikan S1 beliau juga yang tidak lepas dari bahasa Arab. Karena itulah beliau berkeinginan untuk mengetahui lebih dalam tentang bahasa Arab. Alasan kenapa memilih kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta karena jurusan tersebut tidak ada di Banjarmasin kecuali di universitas-universitas di luar Kalimantan, lebih tepatnya di pulau Jawa.
Kehidupan di ibu kota memang selalu penuh kesibukan. Kalau tidak penting-penting amat tidak perlulah rasanya merantau ke Jakarta. Pernah ketika ustadz Hasan kuliah S2 di Jakarta, beliau harus kucing-kucingan waktu, bolak balik kampus UIN Syarif Hidayatullah LIPIA untuk mengikuti tes wawancara di LIPIA sekaligus mengikuti final tes di kampus UIN Syarif Hidayatullah. Beliau merasakan betul macetnya jalanan ibu kota. Sekecil apapun celah semuat kemudi motorpun asal bisa dilalui akan diterobos semua orang. Akhirnya karena kelelahan dan fikiran terbagi-bagi wawancara di LIPIA agak keteteran.
Walaupun begitu banyak persoalan klasik selama di Jakarta, ustadz Hasan beruntung karena dapat tinggal di asrama yang fasilitas sarana dan prasarananya bisa dibilang lengkap seperti wi-fi, komputer, dan lain-lain. Untuk ukuran tempat tinggal mahasiswa perantauan saat itu bisa dibilang sangat nyaman.
Bertemu pendamping hidup
Tahun 2010 ustadz Hasan menikah dengan Fithria Utami. Saat itu status ustadz Hasan masih sebagai mahasiswa semester tiga di UIN Syarif Hidayatullah. Cerita pertemuan beliau dengan istri cukup menarik. Karena cara tuhan mempertemukan dua insan itu tidak pernah dapat ditebak. Tanpa sepengetahuan ustadz Hasan, ternyata ibunda beliau telah lama menaruh perhatiannya kepada sosok perempuan cantik di sebelah gang yang tak lain tak bukan adalah nona Fithria Utami. Uniknya suatu hari, nona Fithria ini sedang mempersiapkan pendidikan S2 nya di salah satu universitas di Jakarta juga bertanya kepada ustadz Hasan yang saat itu sedang libur semester genap pasca ujian tentang apa saja yang ia perlu persiapkan untuk memasuki jenjang perkuliahan S2.
Beliau lalu menjelaskan apa saja yang perlu dipersiapkan terutama yang berkaitan dengan tes masuk universitas, seperti tes TOEFL, TOAFL, Psikotes dan lain sebagainya. dan kebetulan beliau memiliki buku-buku tentang tes-tes tersebut. Walhasil nona Fithria meminjam buku-buku beliau tadi. Menyadari kesempatan untuk memuluskan keinginan ibu ustadz Hasan terbuka, beliau menyuruh ustadz Hasan menanyakan kepada nona Fithria apakah dirinya sudah ada yang punya. Bak tangan bersambut, nona cantik menjawab belum. Malam itu juga setelah menanyakan statusnya tadi, nona cantik diajak ke rumah ustadz Hasan. Atas perintah sang bunda, berangkatlah beliau menjemput nona Fithria.
Rumah beliau dan calon istri ini tidak terlalu jauh, mungkin hanya memakan waktu lima sampai sepuluh menit dari rumah ustadz Hasan. Ketika sampai di rumah ustadz Hasan, ibunda beliau sudah tak sabar mengeluarkan uneg-unegnya. Bahkan belum sempat nona Fithria duduk di sofa ibu sudah tanya dengan lantangnya “ikam handak kah kawin?” ah! Door!! ibu tanpa basa-basi langsung tebak sasaran. Unik kan?
Nona menjawab “bapadah ai lawan abah dan keluarga”. Tiga bulan setelah “penembakan” jitu tadi, tepatnya tanggal 29 Mei 2010 mereka melangsungkan pernikahan. Nona Fithria sebenarnya tidak ingin diadakan pesta perkawinan. Namun karena nona ini anak bungsu, satu-satunya anak perempuan di keluarganya dan sangat disayangi keluarga, maka pesta perkawinan tetap diadakan. Lagipula ini pesta perkawinan terakhir di keluarganya. Setelah menikah dengan penuh ketidaknyamanan ustadz Hasan kembali ke Jakarta meneruskan studinya meninggalkan istri tercinta di Amuntai. Selain itu beliau merasa kasihan karena istri beliau tidak bisa mengemudikan motor. Jadi kalau kemana-kemana harus naik ojek atau ada orang lain yang membonceng.
Kata ustadz Hasan itu efek trauma, karena dulu saat masih kuliah nona Fithria sebenarnya bisa mengemudikan motor. Suatu hari, waktu beliau ada kegiatan PKL di Pengadilan Agama Marabahan (sekarang disebut PPL) beliau sempat mengalami kecelakaan motor dan masuk ke got. Sejak saat beliau tidak perah mengemudikan motor lagi. Karena saat menikah istri beliau sudah berstatus PNS, dan bertugas di kota Amuntai. Beliau awalnya tinggal di samping Kantor Telkom Amuntai Kebun sari selama kurang lebih delapan bulan, kemudian beliau pindah ke daerah candi, dekat radio Gema Khuripan Amuntai. Alasannya karena kondisi rumah di kebun sari tadi kurang layak huni. Selain itu kalau sedang mati lampu suara mesin genset telkom sebelah juga cukup mengganggu. Setelah beberapa lama, atas perintah ayah mertua ustadz Hasan mengangsur rumah di perumahan CPI 2. Dan sampai sekarang beliau dan keluarga masih menempati rumah tersebut.


Meniti karir
Tahun 2011 beliau berhasil menyelesaikan S2nya di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Kemudian masih di tahun yang sama beliau mulai mengajar di STIQ Amuntai, lalu pada tahun 2014 beliau menjadi dosen pendidikan agama di STIPER Amuntai sampai sekarang. Pengalaman pertama ngajar di STIQ Amuntai, perasaan gugup pasti ada. Selain karena suasana yang baru, ustadz Hasan juga cukup terkejut dan bingung dengan adanya dinding pemisah (hijab) antara ikhwan dan akhwat. Para mahasiswanya pun menurut beliau sudah cukup menguasai materi saat itu, tinggal memantapkan saja. Jadi bisa dibilang tantangan baru buat beliau.
Dosen satu ini punya hobi jalan-jalan dan wisata kuliner dengan keluarga kecilnya. Beliau juga suka buku-buku tentang kosmologi disamping buku-buku bahasa dan sastra Arab yang menjadi disiplin ilmu beliau. Beliau tak terlalu menyukai buku-buku bergenre fiksi seperti novel, kecuali jika terlanjur membaca sedikit tentang isi novel biasanya beliau akan penasaran dengan isi keseluruhan novel tersebut, contoh: novel perahu kertas. Atau jika plot novel tersebut menarik dan terkesan dekat dengan kehidupan nyata. Seperti novel-novel karya Habiburrahman El-Shirazy.
Hal menarik lainnya dari sosok penggemar klub sepak bola Real Madrid ini adalah sering melakukan kegiatan donor yang sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Beliau biasanya melakukan donor saat pulang kampung ke Banjarmasin dan bila memungkinkan. Di Banjarmasin darah yang didonorkan akan disimpan di tempat penyimpanan khusus yang mencegah darah kering atau rusak. Jadi, darah bisa disimpan dahulu dan dikeluarkan saat dibutuhkan kapan saja. Berbeda halnya dengan di Amuntai yang tidak memiliki tempat penyimpanan khusus semacam ini. Lagipula di Amuntai biasanya kalau ada yang membutuhkan pendonor selalu tersedia.
Pernah suatu ketika saat beliau mendonorkan darah, beliau menggunakan tangan kiri. Padahal biasanya pakai tangan kanan. Tiba-tiba di tengah jalan darahnya tidak bisa dipompa dan akhirnya selang sedotnya harus dicabut dan dimasukkan ulang. Yang menurut pengakuan beliau rasanya sakit sekali. Pernah juga saat donor entah kenapa beliau merasa pusing dan langsung muntah. Namun hal itu tidak membuat beliau jera.
Penghargaan yang Pernah Diraih H.Hasan, MA.Hum:
- Mahasiswa Teladan Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari Banjarmasin tahun 2006
- Runner Up Mahasiswa Teladan IAIN Antasari Banjarmasin tahun 2006
- Juara II lomba baca kitab kuning Des Natalis IAIN Antasari Banjarmasin tahun 2005
- Juara III Lomba Pidato Bahasa KSM Fakultas Tarbiyah tahun 2005

STIQ dan H.Hasan, MA.Hum
Apa harapan dan planning anda untuk STIQ ?
Harapan saya STIQ dapat berbenah dalam hal administrasi. Planning saya  untuk STIQ adalah mahasiswa dapat dengan jelas mengetahui sistematika pendidikan yang akan ia jalani, dalam arti mahasiswa sudah mengetahui apa saja yang akan ia lakukan selama masa perkuliahan dari awal kuliah sampai ia lulus. Dari awal masuk kuliah mahasiswa sudah diberi tahu tentang berbagai administrasi yang harus ia lengkapi, misalnya tentang aturan pembayaran per-semester atau tentang kelengkapan berkas, baik itu fotocopi ijazah, ktp, dan lain-lain. Agar mahasiswa tidak meraba-raba apa yang akan ia akan lakukan selama proses perkuliahan.
Pesan atau nasihat untuk mahasiswa STIQ ?
Banyak-banyaklah membaca, karena membaca itu meningkatkan pengetahuan, dapat menginspirasi, dan sangat penting.
Apa yang anda suka dari STIQ ?
Pergaulan yang sangat dijaga antara mahasiswa dan mahasiswi STIQ yang tidak saya dapati di kampus-kampus lainnya.

[rekam jejak H.Hasan, MA.Hum]
Tahun 1984 – Ustadz Hasan lahir
Ustadz Hasan merupakan putra pasangan bapak H. Syahrin dan ibu Hj. Rusinah. Beliau lahir di desa kalayan, Banjarmasin Kalimantan Selatan.
Tahun 1997 – lulus MI
Tahun 2000 - Lulus MTs
Tahun  2003 - Lulus MA
Tahun 2006 – meraih penghargaan Mahasiswa Teladan
Pada saat kuliah S1, ustadz Hasan mendapat penghargaan sebagai Mahasiswa Teladan Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari Banjarmasin. Pada tahun in pula beliau meraih Runner Up Mahasiswa Teladan IAIN Antasari Banjarmasin.
Tahun  -  2004-2007 mengajar di MI
Tahun 2007 – lulus S1
Beliau lulus dari IAIN Antasari Banjarmasin jurusan pendidikan bahasa Arab.
Tahun 2010 – membina keluarga
Ustadz Hasan menikah dengan Fithria Utami. Mereka telah dikaruniai seorang putri bernama Queena faiza Azkia.
Tahun 2011 – lulus S2
Ustadz Hasan lulus dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta jurusan bahasa dan sastra Arab. Pada tahun ini pula beliau mulai mengajar di STIQ Amuntai.
Tahun 2013 – Lulus dan mendapatkan sertifikat pendidik professional dari Kemenag RI.
Tahun 2014 – menjabat sebagai ketua prodi STIQ.
Tahun 2014 – menjadi dosen di STIPER .

[fakta ustadz Hasan, MA.Hum]
1. Ustadz Hasan menikah saat masih berstatus mahasiswa.
2. Skripsi beliau adalah tentang reward dan punishment, sedangkan tesis beliau tentang penerjemahan bahasa Arab-Indonesia.
3. Rumah istri ustadz Hasan cuma berjarak dua gang dari rumah beliau.
4. Tinggi badan beliau adalah 151 cm  dan berat badan beliau 50 kg.
5. Tidak pernah melihat hantu tapi pernah tinggal di kamar yang disebut-sebut berhantu.
6. Ustadz Hasan suka tulisan-tulisan Ustadz Yusuf Mansur dan Arifin Ilham.
7. Jus favorit Ustadz Hasan adalah jus sirsak.
8. Istri ustadz Hasan berprofesi sebagai PNS di Pengadilan Agama Amuntai jabatan fungsional sebagai panitera pengganti.
9. Pemain bola favorit ustadz Hasan adalah pemain Real Madrid asal portugal Cristiano Ronaldo.






























Post a Comment

Previous Post Next Post